DANA JAMKESMAS, Tinjauan Dari Sudut Perlakuan Akuntansi


Informasi terbaru DANA JAMKESMAS, Tinjauan Dari Sudut Perlakuan Akuntansi kami sediakan khusus untuk pembaca setia punyanbiu.blogspot.com, semoga informasi DANA JAMKESMAS, Tinjauan Dari Sudut Perlakuan Akuntansi memberikan pengetahuan lebih untuk kita semua. oleh : JAP

masih dalam proses penulisan..... Tinggalkan komentar anda tentang DANA JAMKESMAS, Tinjauan Dari Sudut Perlakuan Akuntansi jika anda suka dengan artikel yang kami suguhkan.

Berbagi Tips dan Triks Gratis

Dapatkan Tips dan triks Gratis untuk menghasilkan Uang Dari Blog. Di
www.uangdariblog.com anda akan menemukan banyak sekali tips yang akan
membatu anda mendapatkan penghasilan pertama dari blog. Semua tips dan
trik itu bisa anda dapatkan dengan gratis tanpa mengeluarkan uang
sepeserpun. Selain dari Di www.uangdariblog.com, anda juga bisa
mendapatkan berbagai trik di www.ayoberbagi.com.

Baju Hamil Ungu

Hari ini adalah hari yang sangat cerah, matahari bersinar seperti biasa, dan rasanya hujan tidak akan turun hari ini. Jadi hari ini adalah hari yang sangat bagus untuk hunting baju hamil. Saya berencana membelikan BAJU HAMIL untuk sepupu saya yang hamil 2 bulan. Semoga saja dia cocok dengan baju yang akan saya belikan ini. Saya berbelanja baju ini di tempat biasa saya membeli pakaian muslim untuk seluruh keluarga, bisa di bilang saya sudah langganan tetap untuk toko ini.

Hari ini ada promo special, toko ini memberikan harga khusus untuk GROSIR BUSANA MUSLIM. Sayang banget ternyata dapat potongan besar kalau belinya banyak, coba kalau dapat potongan beli selusin, pasti saya usahakan untuk membelinya. Untuk suami, anak, kakak, bapak, pokoknya untuk semua anggota keluarga.

KESALAHAN UMUM PENYAJIAN LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH DAERAH


Informasi terbaru KESALAHAN UMUM PENYAJIAN LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH DAERAH kami sediakan khusus untuk pembaca setia punyanbiu.blogspot.com, semoga informasi KESALAHAN UMUM PENYAJIAN LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH DAERAH memberikan pengetahuan lebih untuk kita semua. Oleh: Aan Husdianto (pekerja di BPK RI Perwakilan Prov. Gorontalo)

Tak terasa kita sudah memasuki awal tahun 2010, yang artinya pemeriksaan laporan keuangan pemerintah wajib hukumnya untuk dilaksanakan. Laporan keuangan Pemerintah minimal terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan. Seringkali dalam pemeriksaan, kita fokus pada LRA dan Neraca saja sementara Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan seperti dianaktirikan. Hal ini mungkin disebabkan karena nilai-nilai yang tercantum dalam Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan hampir semua tinggal comot dari LRA ataupun neraca. Sekarang kita coba renungkan kembali khusus dalam penyajian Laporan Arus Kas.
Laporan Arus Kas
Laporan arus kas memberikan informasi historis mengenai perubahan kas dan setara kas suatu entitas pelaporan dengan mengklasifikasikan arus kas berdasarkan aktivitas operasi, investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan non anggaran selama satu periode akuntansi. Tujuan penyusunan Laporan Arus Kas adalah memberikan informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama suatu periode akuntansi dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan.
Laporan Arus Kas terdiri dari 4 bagian pokok, yaitu:
1. Arus Kas dari aktivitas operasi
2. Arus Kas dari aktivitas investasi
3. Arus Kas dari aktivitas pembiayaan
4. Arus Kas dari aktivitas Non Anggaran
Kesalahan Penyajian Arus Kas dari Aktivitas Non Anggaran
Di sini akan dibahas hanya pada Arus Kas dari aktivitas non anggaran, mengapa? Karena banyak Laporan Arus Kas Pemerintah Daerah audited yang menyajikan aktivitas non anggaran hanya berupa arus masuk/keluar kas dari penerimaan/pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) saja. Sementara aktivitas non anggaran juga berupa arus masuk/keluar kas dari penerimaan/pengeluaran kiriman uang dan sisa Uang Persediaan (UP)/ganti Uang (GU)/Tambah Uang (TU).
Arus kas non anggaran dari penerimaan/pengeluaran kiriman uang jarang ditemukan dalam suatu laporan arus kas pemerintah daerah (memang agak jarang terjadi). Penerimaan/pengeluaran kiriman uang yang merupakan aktivitas non anggaran bisa berupa:
- Penerimaan kiriman uang (non anggaran)
Penerimaan uang dari pihak ketiga kepada personal/pihak lain namun dikirim melalui kas daerah. Cth: penerimaan klaim uang taperum oleh kas daerah dari institusi yang mengelola taperum (ndak tau namanya..bapertarum kali) untuk dibayarkan kepada pegawai.
- Pengeluaran kiriman uang (non anggaran)
Pembayaran kepada pegawai atas klaim taperumnya.
Arus kas non anggaran dari sisa UP/GU/TU seharusnya pasti terjadi di setiap pemerintah daerah. Hal ini timbul karena kewajiban untuk mempertanggungjawabkan UP/GU/TU adalah tanggal 10 bulan berikutnya, sehingga sangat berpeluang apabila sisa GU/TU baru disetor setelah tanggal 31 Desember.
- Penerimaan sisa UP/GU/TU
Sisa UP/GU/TU yang telah disetor ke Kas Daerah oleh bendahara SKPD sebelum tanggal 31 Desember tahun berjalan.
- Pengeluaran sisa UP/GU/TU
Total sisa UP/GU/TU yang tidak dapat dibelanjakan dan dipertanggungjawabkan oleh SKPD sampai dengan tanggal 31 Desember tahun berjalan.
Ilustrasi penggalan Laporan Arus Kas yang biasa disajikan adalah sebagai berikut:

Gambar di atas menunjukkan bahwa arus kas yang disajikan adalah arus kas pemerintah daerah untuk entitas pelaporan (Bendahara Umum Daerah/BUD) maupun entitas akuntansi (Satuan Kerja Perangkat Daerah/SKPD). Hal ini ditunjukkan pada kalimat “terdiri dari” yang mengandung arti arus kenaikan/penurunan kas tersebut merupakan kenaikan/penurunan kas di kas daerah,di bendahara penerimaan serta di bendahara pengeluaran.
Berdasarkan PSAP No. 03 dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah:
Paragraf 8 “Arus kas adalah arus masuk dan arus keluar kas dan setara kas pada Bendahara Umum Negara/Daerah”.
Paragraf 12 “Entitas pelaporan yang wajib menyusun dan menyajikan laporan arus kas adalah unit organisasi yang mempunyai fungsi perbendaharaan”.
Paragraf 13 “Unit organisasi yang mempunyai fungsi perbendaharaan adalah unit yang ditetapkan sebagai bendaharawan umum negara/daerah dan/atau kuasa bendaharawan umum negara/daerah”.
Standar tersebut menunjukkan bahwa seharusnya informasi yang disajikan dalam Laporan Arus Kas hanya mutasi kas masuk/keluar pada fungsi perbendaharaan, yaitu BUD/DPPKAD sebagai entitas pelaporan (tidak termasuk SKPD). Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) UP/GU/TU merupakan pengeluaran non anggaran yang belum bisa dibebankan pada satu jenis belanja tertentu. Untuk itu, untuk setiap sisa SP2D UP/GU/TU merupakan bagian dari aktivitas non anggaran dan harus disajikan dalam laporan arus kas.
Sisa SP2D UP/GU/TU per 31 Desember 20xx merupakan arus kas keluar dari kas daerah dan sisa SP2D UP/GU/TU yang per 31 Desember 20xx telah disetor ke Kas Daerah merupakan arus kas masuk non anggaran.
Ilustrasi penggalan laporan arus kas yang seharusnya disajikan adalah sebagai berikut:

Kenaikan dan penurunan kas yang disajikan dalam Laporan Arus Kas merupakan kenaikan/penurunan jumlah kas di BUD saja (tidak ada “kalimat terdiri dari”), dan nilai saldo akhir kas di BUD harus sama dengan saldo kas di BUD pada neraca per 31 Desember 20xx.
Pada dasarnya aktivitas non anggaran bukan hanya monopoli milik Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) namun seharusnya juga berisi arus masuk/keluar uang yang tidak dapat diakomodir dalam APBD (sesuai dengan kata ‘non anggaran’ bahwa arus masuk/keluar uang tersebut tidak dapat dibebankan dalam APBD) namun melalui kas daerah. Oleh karena itu, arus masuk/keluar uang dari aktivitas non anggaran dalam Laporan Arus Kas apabila transaksinya ada, harus disajikan sebagai berikut:

Mohon koreksi apabila ada yang kliru…maklum ndak punya senjata Ak!!! Tinggalkan komentar anda tentang KESALAHAN UMUM PENYAJIAN LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH DAERAH jika anda suka dengan artikel yang kami suguhkan.

Tidak Ada Drivernya


Informasi terbaru Tidak Ada Drivernya kami sediakan khusus untuk pembaca setia punyanbiu.blogspot.com, semoga informasi Tidak Ada Drivernya memberikan pengetahuan lebih untuk kita semua. Si Anton baru saja dibelikan laptop baru oleh bosnya. Sedang asyik mencoba-coba laptopnya, tiba-tiba bosnya (yang gaptek) memintanya untuk mengetikan surat dan menge-print-kan surat ke rekan bisnisnya. Lima menit, 10 menit, 20 menit, bosnya menunggu, kok belum juga diserahkan sama anton. Kemudian dengan marah bosnya berkata ke Anton.

Bos : Ton, kamu bisa kerja ga sih…!!! cuma ngetik surat dan ngeprintnya aja lama banget…..!!! kan dah punya laptop baru..!!!

Anton : Iya pak sebentar lagi…

Bos : udah 20 menit lebih masak ga jadi-jadi….kan cuma sedikit konsep surat yang mesti kamu ketik dan print…!!!

Anton : iya pak…ngetik konsep suratnya sudah jadi, tinggal print saja….

Boss: oke cepat saya tunggu…!!!!

Anton : baik pak…l

Lima menit, 10 menit, 20 menit belum juga kelar tuh surat. Bosnya makin marah saja dan memanggil Anton.

Bos : Ton..kamu niat kerja ga sih…!!! sudah dibelikan laptop baru, kerja bukannya cepat tapi malah lambat…..!!!!

Anton : Maaf…pak….Surat sudah dari tadi selesai diketik, tapi pas mau print..tidak ada drivernya…ini sedang saya cari….

Bos : Bodoh sekali kamu…masak ngeprint aja mesti nyari sopir…..!!!!!

Anton:……?????????? Sopir….???? Driver printer pak…bukan sopir…. Tinggalkan komentar anda tentang Tidak Ada Drivernya jika anda suka dengan artikel yang kami suguhkan.

KETIKA PAK KYAI NAIK HAJI DENGAN DANA APBD


Informasi terbaru KETIKA PAK KYAI NAIK HAJI DENGAN DANA APBD kami sediakan khusus untuk pembaca setia punyanbiu.blogspot.com, semoga informasi KETIKA PAK KYAI NAIK HAJI DENGAN DANA APBD memberikan pengetahuan lebih untuk kita semua. (Based on True Story Pengelolaan Keuangan Daerah)

Pak Markum sehari-hari adalah pedagang di pasar , namun beliau juga menjadi imam masjid wilayah di sebuah kampung di Pemerintah Daerah X. Suatu daerah yang sering mendapat sebutan sebagai serambi Madinah. Beliau sangat dihormati oleh tetangga-tetangganya. Karena perannya itu pula seringkali masyarakat di kampungnya memanggil dengan sebutan pak kyai kepadanya, walaupun Pak Markum sendiri belum pernah naik haji. Seseungguhnya dari lubuk hati yang paling dalam, pak Markum pingin sekali untuk bisa memenuhi panggilan Allah untuk menjadi tamu Allah dengan naik haji. Tetapi, bagaimana mau naik haji, penghasilan sebagai pedagang hanya cukup untuk biaya hidup sehari-hari saja. Namun demikian, jika di banding dengan masyarakat di kampungnya, beliau masih bisa dibilang beruntung, karena masih banyak tetangga-tetangganya yang secara ekonomi jauh dari pas-pasan. Mereka untuk bisa makan sehari-hari saja masih kesulitan.
Pada suatu hari Pak Markum mendapat kabar dari Kepala Desa, bahwa dia akan diberangkatkan haji oleh Pemerintah Daerah X. Memang sudah empat tahun terakhir ini sejak tahun 2006, Pemda X mempunyai program memberangkatkan haji secara gratis kepada semua imam wilayah/masjid dan juga para tokoh masyarakat/karyawan/bidan/guru/penyuluh pertanian teladan di Pemda tersebut. Barangkali sebagai investasi bagi Kepala Daerah yang lagi menjabat dalam rangka Pilkada periode keduanya nanti (pikiran buruk penulis saja barangkali). Dan rupanya sekarang pak Markum dapat giliran, setelah 3 gelombang telah dilaksanakan 3 tahun terakhir. Maklum sebagai imam masjid kecil, sudah sepantasnya baru mendapat giliran belakangan. Tentunya setelah imam masjid agung dan masjid-masjid yang relatif dekat dengan ibukota kabupaten telah diberangkatkan haji 3 tahun terakhir.
Mendapat berita suka cita itu, pak Markum mengucap “Alhamdulillah......” . Sambil bergumam dia berkata,”memang Allah memberikan rejeki dari arah yang tak diduga-duga”. Singkat cerita setelah melewati latihan-latihan manasik haji, berangkatlah dia ke tanah suci dan kembali dengan selamat. Sehingga dia sekarang resmi mempunyai gelar Haji di depan namanya. Masyarakat sekarang menambah sebutan bagi pak markum, yaitu dengan sebutan pak Kyai Haji Markum. Ada rasa yang berbeda di dada pak Markum sekarang, setiap tetangga-tetangganya menyebut gelar itu kepadanya. Entah itu rasa bangga, rasa lebih dari lainnya. Masyarakat rasanya semakin menghormatinya setelah dia memiliki gelar haji. Di setiap kesempatan, pak Markum dan juga para imam wilayah lainnya yang telah diberangkatkan haji, selalu memuji-muji pemda daerah X tersebut, karena mengadakan program memberangkatkan haji kepada semua imam masjid di kabupaten tersebut. Pemerintah sangat memperhatikan para ulama. Pak Markum beranggapan bahwa, rupa-rupanya ketulusan dia menjadi imam masjid di kampungnya, sangat dihargai pemerintah daerahnya. Buktinya dia diberikan kesempatan diberangkatkan naik haji dengan dibiayai dengan dana pemerintah, dana APBD.
Bagaimana tidak ? Pemerintah Daerah X untuk 2 tahun saja yaitu tahun 2008 dan 2009 telah merealisasikan anggaran untuk program ini sebesar masing-masing sebesar Rp811.750.000,00 dan Rp427.353.600,00 atau totalnya sebesar Rp1.239.103.600,00, itu belum termasuk 2 tahun sebelumnya yaitu tahun 2006 dan 2007. Dana tersebut hanya cukup untuk membiayai keberangkatan haji sebanyak 24 imam wilayah, 1 bidan teladan, 8 guru teladan, 1 tokoh masyarakat, 2 orang pemandu haji dan 1 penyuluh pertanian teladan. Atau hanya untuk 37 orang saja. Bagi Pak Markum, jumlah uang segitu tidak pernah dia memegangnya, bahkan membayangkannyapun tidak pernah terlintas dibenaknya.
Pada suatu hari Pak Markum dikejutkan dengan pemberitaan di koran lokal di daerah tersebut. Berita itu jadi headline dua surat kabar yang terbit di daerah tersebut. Dalam berita itu disebutkan bahwa Daerah X merupakan daerah dengan tingkat kemiskinan tertinggi jika dibandingkan dengan propinsi-propinsi lain di satu pulau di negeri tercinta ini.
Pikiran Pak Markum sejenak terbang ke keadaan dan kondisi tetangga-tetangga disekelilingnya. Pikirannya melayang ke kondisi keluarga Pak Cryo, Pak Bams, Pak Imam, Pak Andi, Pak Aan, Pak Joni, Pak Panji, Pak Bayu, Pak Tito, Pak Yuli, Ibu Ummu, Ibu Icha, Ibu Novi, Ibu Vira, Ibu Gladies, dst, dst...yang jauh dari kondisi berkecukupan. Pikiran Pak Markum sepertinya tidak berhenti-berhenti, terus muncul dipikirannya nama-nama tetangganya yang lain, selain yang telah melintas dipikirannya tadi, yang kondisi kehidupannya masih sangat sulit, bahkan untuk makan sekedar satu kali sehari saja masih susah. Kadang malah mereka tidak bisa makan untuk beberapa hari.
Hatinya terketuk...., bukankah nama-nama tetangganya, yang sering menyapanya dengan pak Kyai Haji itu tadi berada di daerah yang sama dengan dia tinggal ? Yang membedakan barangkali, mereka menjalani kehidupan sehari-hari dengan sangat-sangat sulit dan penuh pejuangan. Memeras keringat, membanting tulang dan itupun belum tentu menjamin bisa untuk makan sehari-hari mereka ? “Barangkali mereka inilah sebagian kecil diantaranya yang dimaksud di berita di surat kabar itu...”pikir Pak Markum.
Pikiran Pak Markum kemudian beralih ke Pemerintah Daerah X tersebut. Pikirannya bertanya-tanya, dimana peran pemerintah daerah X tersebut untuk membantu mereka, para keluarga dan orang-orang melarat dan hidup dibawah garis kemiskinan. Jangankan bicara mengenai rumah, untuk makan sehari-hari saja, mereka masih susah. Dimana program-program pemda X untuk para rakyatnya yang miskin dan melarat ? Sepengetahuan Pak Markum program yang terkait langsung dengan tetangga-tetangganya yang kesulitan tadi, yang notabene rakyat-rakyat yang miskin dan melarat, sebagian besar berasal dari pemerintah pusat, seperti BLT, PNPM Mandiri, Jamkesmas, dll. Sedikit sekali program daerah X yang bersentuhan langsung dengan tetangga-tetangganya yang miskin dan melarat tersebut, gumam Pak Markum. Barangkali hanya program “Mahyani atau rumah layak huni” saja yang berasal dari program pemda X tersebut, itupun dalam pelaksanaannya menurut Pak Markum masih ada ketidakadilan. Bagaimana mau adil, lha yang diutamakan pertama kali menerima bantuan untuk membangun rumah juga para kepala dusun. Tidak untuk para tetangganya yang benar-benar membutuhkan rumah layak huni tersebut.
Kemudian Pak Markum merefleksi lontaran pujian-pujiannya pada waktu-waktu sebelumnya kepada pemda X tentang bagaimana pemda X tersebut sangat memperhatikan seperti dirinya, atau para imam-imam masjid lainnya dengan program memberangkatkan haji semuanya dengan gratis (walaupun sesungguhnya dengan dana APBD). Membangunkan masjid-masjid dengan megah dan agung, walaupun sesungguhnya dana yang direalisasikan sampai melampaui anggaran yang telah ditetapkan dalam APBD,. Seakan-akan program-program yang sebelumnya dia anggap baik dari Pemda X, jadi hilang seketika. Bukankah ternyata masih banyak tetangganya/rakyat di daerah X tersebut yang jauh lebih membutuhkan dana-dana atau program-program pemerintah daerah yang bisa mengangkat tetangga-tetangganya dari dasar bawah garis kemiskinan. Ataukah memang Pemda X tersebut lebih mementingkan program-program yang lebih ke penampilan fisik dan prestise para tokoh-tokoh masyarakatnya dan para imam-imam masjidnya dan tempat-tempat ibadahnya. Daripada pembangunan rohani, dan pengentasan masyarakatnya dari kesulitan-kesulitan hidup untuk bisa segera meningkat kesejahteraannya.
Demikian pikiran-pikiran Pak Markum terus bergelut. Tiba-tiba pikiran Pak Markum teringat, bukankah syarat paling utama naik haji adalah wajib bagi yang mampu, bukan bagi para tokoh masyarakat/imam masjid/wilayah atau bagi pegawai-pegawai teladan. Baik mampu secara mental dan terutama adalah mampu secara ekonomi. Namun tidak halnya barangkali bagi pejabat di daerah X, yang sering mendapat sebutan sebagai serambi Madinah itu, pikir Pak Markum. Rupanya ada syarat lain yang penting juga untuk bisa naik haji, apalagi dengan gratis!, yaitu dengan menjadi tokoh masyarakat/adat atau imam masjid di daerah X tersebut. Dan syarat ini telah ditetapkan oleh para pemangku kekuasan di daerah X tersebut, baik kekuasaan eksekutif maupun legislatif. Karena merekalah yang mengusulkan dan menetapkan anggaran untuk memberangkatkan haji para tokoh masyarakat/adat dan juga imam masjid di daearah X tersebut dengan dana APBD.
Akhirnya, Pak Markumpun kembali berfikir dan mohon ampun kepada Allah. Karena sesungguhnya pada saat menerima kabar bahwa dia akan diberangkatkan haji oleh pemda X dulu, dia berfikir bahwa itu merupakan rejeki/anugerah dari Allah. Dia menganggap itu merupakan “rejeki yang tidak disangka-sangka darimana arahnya”. Dia lupa bahwa sesungguhnya dana untuk hajinya itu seharusnya bukan sepantasnya untuk dirinya, atau untuk para tokoh-tokoh masyarakat yang lain. Karena secara ekonomi mereka jauh lebih baik dibanding tetangga-tetangganya yang miskin dan melarat, yang juga merupakan jemaah-jemaahnya. Seharusnya pada waktu itu dia berfikir bahwa sebenarnya kabar dia akan diberangkatkan haji dengan dana APBD tersebut merupakan bentuk ujian dari Allah, dan bukannya merupakan anugerah. Ujian kepada dirinya, apakah dia akan mementingkan dirinya atau mementingkan jemaahnya. Walaupun secara sekilas, seakan-akan dia membuktikan kecintaannya kepada Allah, dengan datang ke “rumahNYA”, namun sesungguhnya Pak Markum berprasangka bahwa “Allah tidak akan senang akan pilihannya itu”, karena dengan “mengkorbankan dan mengambil” dana rakyat miskin dan melarat para tetangga-tetangganya, para jemaahnya.
Untuk menghilangkan rasa bersalahnya, Pak Markum menghentikan membaca berita di surat kabar itu dan berniat meletakan kembali di meja. Namun sebelum itu terjadi, dia sempat sekilas membaca, satu judul berita di satu kolom kecil dihalaman surat kabar yang sama, yang tertulis bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi X menemukan penyimpangan dalam pengelolaan dana program memfasilitasi haji bagi para tokoh masyarakat dan imam wilayah daerah X. Yang diantaranya menyebutkan bahwa BPK menemukan potensi penyalahgunaan dana sebesar Rp213.123.448,00 dan adanya sisa dana yang belum disetor ke kas daerah sebesar Rp46.551.048,00. Walaupun dalam berita tersebut BPK tidak menyebutkan adanya kerugian daerah untuk biaya memberangkatkan haji bagi para tokoh masyarakat dan para imam wilayah/masjid, karena telah dianggarkan dalam Perda APBD. Namun tetap saja rasa bersalah Pak Markum tidak bisa hilang, karena dia merasa telah mengambil jatah orang-orang miskin yang bukan merupakan haknya. Astafirlullah...sebut Pak Markum dengan rasa bersalah dan menyesal yang mendalam...

KISAH INI BUKAN SARA ATAU INGIN MENDISKREDITKAN UMAT TERTENTU. Kisah ini terinspirasi oleh kisah nyata program haji yang diselenggarakan oleh satu pemerintah daerah di negeri tercinta ini. Namun untuk nama dan peristiwa Pak Markum hanya fiksi belaka, sekedar supaya bisa menuangkan cerita penyimpangan pengelolaan keuangan daerah dengan sedikit lebih menarik dan tidak membosankan. Dana pelaksanaan program haji dan penyimpangan-penyimpangan yang ditemukan BPK adalah berdasarkan data nyata dalam suatu LHP BPK RI. Demikian juga berita bahwa daerah X merupakan daerah dengan tingkat kemiskinan tertinggi adalah berdasarkan dari sumber berita yang benar.Selanjutnya adalah sebagai bahan instropeksi kita selaku auditor, apakah sudah cukup sikap kita dan juga rekomendasi BPK dalam menyikapi permasalahan penyimpangan pengelolaan keuangan tersebut ? Terima Kasih, semoga bisa bermanfaat. Amin... Tinggalkan komentar anda tentang KETIKA PAK KYAI NAIK HAJI DENGAN DANA APBD jika anda suka dengan artikel yang kami suguhkan.

PENGELUARAN TANPA ANGGARAN, BPK MENGAMBIL ALIH KEWENANGAN LEMBAGA LAIN


Informasi terbaru PENGELUARAN TANPA ANGGARAN, BPK MENGAMBIL ALIH KEWENANGAN LEMBAGA LAIN kami sediakan khusus untuk pembaca setia punyanbiu.blogspot.com, semoga informasi PENGELUARAN TANPA ANGGARAN, BPK MENGAMBIL ALIH KEWENANGAN LEMBAGA LAIN memberikan pengetahuan lebih untuk kita semua. (Oto Kritik atas Rekomendasi BPK)
Oleh : JAP

Besarnya kewenangan BPK RI, terkadang tanpa disadari “BPK” tidak menggunakan kewenangan itu secara tepat, atau disisi lain “BPK” menggunakan kewenangan itu untuk mengambil alih kewenangan lembaga/institusi lain yang secara sah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Bagaimana hal tersebut bisa terjadi? Coba kita cermati dari rekomendasi “BPK” atas hasil-hasil pemeriksaannya, khususnya untuk temuan pemeriksaan yang menyangkut pengeluaran-pengeluaran tanpa anggaran/pengeluaran-pengeluaran melebihi anggaran yang dilakukan oleh auditee, baik itu terkait APBN maupun APBD termasuk penggunaan langsung dana Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Rekomendasi yang lazim diberikan oleh “BPK” terkait temuan-temuan tersebut ada dua tipe, yaitu memerintahkan kepada pimpinan entitas: (a) menegur bagian-bagian yang secara aturan “formal” terkait dengan pengeluaran tersebut, (b) menginstruksikan bagian-bagian yang secara aturan “formal” terkait dengan pengeluaran tersebut mempertanggungjawabkan dan apabila tidak bisa mempertanggungjawabkan agar menyetorkan ke kas negara/daerah.
Sekilas tidak ada yang salah atas rekomendasi-rekomendasi tersebut, tetapi sesungguhnya untuk kasus/penyimpangan terkait masalah tersebut secara umum, rekomendasi tersebut mengandung unsur yang penulis sebut di awal tulisan ini, yaitu “BPK” menggunakan kewenangannya untuk menganulir dan mengambil alih kewenangan lembaga/institusi lain, sehingga “BPK” tidak menggunakan kewenangannya dengan secara tepat. Dan jangan lupa, bersamaan dengan penganuliran dan pengambilalihan kewenangan lembaga/institusi lain tersebut, mengandung resiko juga terhadap BPK. Disamping itu, ketidaktepatan rekomendasi “BPK” sering dijadikan alasan pembenaran atas penyimpangan-penyimpangan pengelolaan keuangan negara/daerah yang dilakukan oleh auditee, serta sering kali memicu terjadinya kejadian yang sama terulang setiap tahun. Bagaimana itu bisa terjadi ?
Berbasis Anggaran
Pengelolaan keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, yang diwujudkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dengan kata lain sistem pengelolaan keuangan di negara tercinta kita ini, sampai dengan saat ini, adalah semuanya berbasiskan anggaran. Yang antara lain berarti bahwa setiap pengeluaran kas negara/daerah harus ada anggarannya yang termuat dalam APBN/APBD. Banyak peraturan perundangan yang menyebutkan hal itu. Dan bahkan atas penyimpangan dari hal itu, secara tegas dalam peraturan perundangan disebut sebagai tindak pidana dalam konteks pengeluaran tidak ada anggarannya/melebihi anggaran atau paling tidak diancam denda beberapa kali lipat atas penggunaan langsung dalam konteks PNBP.
Coba kita rujuk beberapa peraturan perundangan yang terkait dengan masalah tersebut :
a. UU no 17 tahun 2003
Pasal 34 ayat (1) s.d (3) : (1) Menteri/Pimpinan lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan yang telah ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang-undang; (2) Pimpinan Unit Organisasi Kementerian Negara/Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat Daerah yang terbukti melakukan penyimpangan kegiatan anggaran yang telah ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang-undang; (3) Presiden memberi sanksi administratif sesuai dengan ketentuan undang-undang kepada pegawai negeri serta pihak-pihak lain yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini;
b. UU No 1 Tahun 2004,
Pasal 3 ayat (1) s.d (3): (1) Undang-undang tentang APBN merupakan dasar bagi Pemerintah Pusat untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran negara; (2) Peraturan Daerah tentang APBD merupakan dasar bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran daerah; (3) Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN/APBD jika anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia.
Pasal 18 ayat (3) : Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBN/APBD bertanggung jawab atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud;
c. Permendagri No 13 tahun 2006
Pasal 15 (3) dan 16 ayat (1 s.d 6) yang menyatakan APBD mempunyai fungsi otorisasi (berarti anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan), perencanaan (anggaran negara menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan), pengawasan(anggaran negara menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan), alokasi (anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian), distribusi (kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan)dan stabilisasi (anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian).
Pasal 21 APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
Pasal 122 ayat (1) Semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah dalam rangka pelaksanaanurusan pemerintahan daerah dikelola dalam APBD. (3) Penerimaan SKPD dilarang digunakan langsung untuk membiayai pengeluaran, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, (5) Jumlah belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas tertinggi untuk setiap pengeluaran belanja, (6) Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja jika untuk pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam APBD, (7) Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dilakukan jika dalam keadaan darurat, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD dan/atau disampaikan dalam laporan realisasi anggaran.
d. Undang-Undang No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan Keputusan Menteri Keuangan No.115/KMK.06/ 2001 tanggal 07 Maret 2001 tentang Tata Cara Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak pada Perguruan Tinggi Negeri, masing-masing pada:
1) Pasal 4 dan Pasal 4 (a) yang menyatakan bahwa seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak wajib disetor langsung secepatnya ke Kas Negara;
2) Pasal 5 dan Pasal 4 (b) yang menyatakan bahwa seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak dikelola dalam sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
e. Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu, pada Pasal 5 yang menyatakan bahwa instansi dapat menggunakan sebagian dana Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 setelah memperoleh persetujuan dari Menteri.
Semua aturan diatas, dan masih banyak lagi peraturan yang mengatur hal yang sama, menegaskan bahwa semua hal yang terkait dengan pengelolaan keuangan negara/daerah haruslah sesuai dengan APBN/APBD yang telah ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. Sehingga sudah sangat jelas bahwa pelanggaran atas ketentuan tersebut bukanlah hanya sekedar pelanggaran/penyimpangan yang bersifat administratif belaka, bahkan di UU no 17 tahun 2003, disebutkan dengan jelas penyimpangan kebijakan dari APBN/APBD diancam pidana penjara. Apakah demikian juga “BPK” memandangnya ?
“BPK” sampai dengan saat ini, kalau kita membaca rekomendasi dalam Laporan Hasil Pemeriksaan terkait dengan penyimpangan APBN/APBD dan penggunaan langsung dalam kaitan PNBP, sebagian besar masih menggolongkan penyimpangan tersebut hanya bersifat administratif belaka. Hal ini bisa dilihat dari bahasa rekomendasi yang diberikan yaitu hanya berupa teguran, dan kalaupun ada rekomendasi yang lain, paling-paling adalah “untuk mempertanggungjawabkan pengeluaran-pengeluaran itu dan apabila tidak bisa mempertanggungjawabkan, diharuskan menyetor dengan copy bukti setor disampaikan kepada BPK”. Jadi jangan heran kalau temuan penyimpangan tersebut akan terus berulang ditemukan, karena “BPK” hanya menganggap dalam kategori penyimpangan administratif. Bagi auditee, temuan yang bersifat administratif tentunya akan dianggap remeh, karena tindak lanjutnya adalah hanya memberikan teguran, tidak ada konsekuensi lain bagi pelaku penyimpangan tersebut, TGR misalnya.
Sebagian besar dari kita seakan menutup mata atau membatasi diri kita sendiri dalam menilai penyimpangan atas pengeluaran tidak tersedia/kurang tersedia anggaran maupun penggunaan langsung PNBP tersebut, sebagai sekedar pelanggaran administratif belaka. Dan mengesampingkan adanya pelanggaran lain yang lebih besar/fatal/mendasar. Walaupun sesungguhnya telah terjadi pengeluaran-pengeluaran uang negara/daerah yang tidak sah/ilegal dan tanpa dasar hukum, yang tentunya berakibat adanya kerugian negara/daerah, yaitu berkurangnya aset pemerintah baik berupa kas atau timbulnya kewajiban/utang pemerintah di tahun berjalan dan tahun berikutnya atas pengeluaran-pengeluaran tanpa anggaran/tidak tersedia cukup anggarannya maupun penggunaan langsung yang merupakan pengeluaran ilegal/tanpa dasar hukum.
Terjadi Kerugian Negara/Daerah ?
Kerugian negara/daerahnya dimana? Pertanyaan itu selalu yang muncul dalam setiap perdebatan terhadap pembahasan temuan penyimpangan APBN/APBD maupun penggunaan langsung tersebut. Atau pertanyaan lain yang “mencoba bijak” yaitu kalau penyimpangan tersebut mengakibatkan kerugian, siapa yang harus mengganti ? Atau ada argumen lain yang sering diajukan, “jika pengeluaran-pengeluaran tersebut digunakan untuk kegiatan pemerintah atau ada barangnya dari pengeluaran tersebut, tidak apa-apalah pelanggaran APBN/APBD atau penggunaan langsung tersebut”. Sehingga rekomendasi BPK yang kemudian muncul adalah teguran dan mempertanggungjawabkan pengeluaran tersebut, kalau tidak bisa harus menyetor.
Pengertian kerugian negara/daerah pada dasarnya dibagi dua yaitu (1) kerugian negara/daerah dalam arti sempit, yaitu sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang nomor: 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara pasal 1 ayat (22) : kerugian negara/daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai; dan (2) kerugian negara/daerah dalam arti luas, yaitu kerugian atas keuangan Negara/daerah secara luas meliputi seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena (1) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga Negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah; (2) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara.
Kerugian negara/daerah dapat terjadi antara lain karena :
1. Pengeluaran suatu sumber / kekayaan negara / daerah (dapat berupa uang atau barang) yang seharusnya tidak dikeluarkan;
2. Pengeluaran suatu sumber / kekayaan negara / daerah lebih besar dari yang seharusnya menurut kriteria yang berlaku;
3. Hilangnya sumber/kekayaan negara/daerah yang seharusnya diterima (termasuk di antaranya penerimaan uang palsu, barang fiktif);
4. Penerimaan sumber / kekayaan negara / daerah lebih kecil / rendah dari yang seharusnya diterima (termasuk penerimaan barang rusak, kualitas tidak sesuai);
5. Timbulnya suatu kewajiban negara / daerah yang seharusnya tidak ada;
6. Timbulnya suatu kewajiban negara / daerah yang lebih besar dari yang seharusnya;
7. Hilangnya suatu hak negara / daerah yang seharusnya dimiliki/diterima menurut aturan yang berlaku;
8. Hak negara / daerah yang diterima lebih kecil dari yang seharusnya diterima.
Dengan melihat kondisi-kondisi tersebut diatas, pengeluaran-pengeluaran tanpa atau tidak cukup tersedia anggarannya maupun penggunaan langsung PNBP dapat mengakibatkan kerugian negara/daerah. Bukankah telah terjadi kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai ? Bukankah juga telah terjadi pengeluaran suatu sumber / kekayaan negara / daerah (dapat berupa uang atau barang) yang seharusnya tidak dikeluarkan atau lebih besar dari yang seharusnya ? Bukankah telah terjadi timbulnya suatu kewajiban negara / daerah yang seharusnya tidak ada atau lebih besar dari yang seharusnya ? Dan bukankah telah terjadi hilangnya sumber/kekayaan negara/daerah yang seharusnya diterima atau hilangnya suatu hak negara / daerah yang seharusnya dimiliki/diterima menurut aturan yang berlaku atau hak negara / daerah yang diterima lebih kecil dari yang seharusnya diterima ?
Dengan kondisi-kondisi tersebut diatas, masihkah akan BPK menganggap penyimpangan APBN/APBD maupun penggunaan-penggunaan langsung PNBP hanya sekedar pelanggaran administratif atau hanya sekedar pemborosan keuangan negara/daerah ? Kita seharusnya mesti mempertimbangkan bahwa pengeluaran-pengeluaran tersebut jelas terjadi karena kelalaian dan perbuatan melawan hukum. Janganlah kita “mencoba bijak” dengan menyatakan siapa yang harus mengembalikan kerugian negara/daerah tersebut atau dengan mencoba mengkaitkan dengan “bagaimana tindaklanjutnya nanti ? atau berargumen akan berlarut-larutnya tindak lanjut temuan pemeriksaan tersebut. Karena sesungguhnya ada hal lain yang lebih mendasar, yaitu sesungguhnya “BPK” telah mengambil alih kewenangan lembaga/institusi lain dengan bersikap seperti itu.
Mengambil Alih Kewenangan Lembaga Lain ?
Rekomendasi BPK yang menyatakan pejabat yang bersangkutan untuk mempertanggungjawabkan pengeluaran-pengeluaran tanpa anggaran/kurang tersedia anggarannya maupun atas penggunaan langsung (dalam konteks PNBP) dan apabila tidak bisa mempertanggungjawabkan, diharuskan menyetor, sesungguhnya bisa diartikan BPK telah mengambil alih kewenangan lembaga lain, dalam hal ini DPR/DPRD dan atau menteri keuangan. Mari coba kita telaah lebih lanjut pernyataan tersebut.
Seperti sudah diketahui bersama bahwa hak Budget, hanya dimiliki oleh DPR/DPRD selaku lembaga representatif rakyat. Kewenangan terkait penetapan UU/perda APBN/APBD hanya dimiliki oleh Lembaga ini. Pemerintah setiap tahunnya, sebagai salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara/daerah, akan mempertanggungjawabkan pelaksanaan APBN/APBD tersebut kepada DPR/DPRD. Disisi lain terkait penggunaan langsung PNBP dinyatakan bahwa penggunaan langsung PNBP dapat dilakukan jika telah mendapatkan ijin dari Menteri Keuangan (sesuai pasal 5 Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1999). Dengan BPK menyatakan untuk mempertanggungjawabkan pengeluaran tanpa/tidak tersedia cukup anggarannya, berarti BPK menyatakan jika pengeluaran-pengeluaran tersebut telah dipertanggungjawabkan dengan bukti-bukti pertanggungjawaban dan BPK menyatakan bisa menerima pertanggungjawaban tersebut, permasalahan penyimpangan APBN/APBD telah selesai. Auditee tidak lagi mempunyai permasalahan lagi terkait penyimpangan APBN/APBD lagi, sehingga teguran saja sudah cukup.
Pertanyaan selanjutnya adalah terus bagaimana dengan telah terjadinya kerugian negara/daerah akibat pengeluaran yang tidak ada dasar hukumnya, yaitu kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai, yang terjadi karena pengeluaran yang tidak seharusnya terjadi atau timbulnya kewajiban pemerintah ditahun berikutnya yang seharusnya tidak terjadi atau hilangnya sumber/kekayaan negara/daerah yang seharusnya diterima ? BPK seakan-akan menganulir batasan-batasan pengeluaran yang diatur dalam APBN/APBD yang telah ditetapkan oleh DPR/DPRD dalam UU/perda.
Demikian juga jika rekomendasi tersebut diatas dikaitkan dengan penggunaan langsung atas PNBP tanpa seijin menteri keuangan. BPK juga mengambil alih kewenangan menteri keuangan dalam memberikan ijin tentang boleh tidaknya penggunaan langsung PNBP pada instansi yang bersangkutan atas penggunaan langsung PNBP, karena bahasa rekomendasi BPK yang menyatakan bahwa kepada pejabat yang bersangkutan untuk mempertanggungjawabkan penggunaan langsung PNBP tersebut, dan apabila tidak dapat mempertanggungjawabkan diharuskan menyetor. Jadi secara implisit dinyatakan bahwa jikalau auditee telah mempertanggungjawabkan dan BPK telah menerima pertanggungjawaban penggunaan langsung PNBP tersebut, tidak perlu lagi meminta ijin ke menteri keuangan penggunaan langsung PNBP itu.
Lebih jauh, takutnya, BPK nantinya bisa dikatakan telah melanggar UU/PP/Perda/Peraturan lainnya yang berlaku terkait APBN/APBD. Sesungguhnya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, BPK tidak sedikitpun memiliki kewenangan untuk menetapkan UU/Perda APBN/APBD atau kewenangan memberikan ijin boleh tidaknya penggunaan langsung PNBP. Sehingga sudah seharusnya kita lebih berhati-hati terkait rekomendasi tersebut, bukan hanya sekedar BPK bisa dikatakan mengambil alih kewenangan lembaga lain, tetapi juga karena resiko yang timbul dari rekomendasi tersebut kepada BPK sendiri.
Resiko BPK
Berdasarkan pertimbangan biaya-manfaat, auditor pada umumnya tidak mungkin melakukan pemeriksaan atas semua transaksi, sehingga pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK lebih banyak menggunakan metode sampling. Disamping itu dalam setiap pemeriksaan dengan sendirinya didalamnya melekat resiko audit. Risiko audit terdiri dari tiga unsur, yaitu risiko bawaan, risiko pengendalian, dan risiko deteksi. Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat kebijakan dan prosedur pengendalian intern yang terkait. Risiko pengendalian adalah risiko terjadinya salah saji material dalam suatu asersi yang tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern entitas. Risiko deteksi adalah risiko sebagai akibat auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi.
Dengan kondisi tersebut diatas terkait dengan pengeluaran tanpa/tidak tersedia cukup anggarannya ataupun penggunaan langsung atas PNBP dengan rekomendasi BPK untuk mempertanggungjawabkan dan apabila tidak dapat mempertanggungjawabkan, diharuskan menyetor ke kas negara/daerah. Dan juga karena penyampaian bukti-bukti pertanggungjawaban pengeluaran tersebut akan disampaikan oleh auditee pada saat tindak lanjut (diluar pemeriksaan lapangan). Maka pertanyaan mendasarnya adalah bagaimana BPK bisa memverifikasi kebenaran bukti-bukti pertanggungjawaban tersebut, karena BPK tidak bisa lagi melakukan langkah-langkah pemeriksaan substantif atas bukti-bukti pertanggungjawaban tersebut. Bagaimana BPK dapat menguji bukti-bukti pertanggungjawabnya secara populasi atas seluruh transaksi yang telah terjadi diluar/yang menyimpang dari APBN/APBD dengan jumlah pengeluaran yang tidak sedikit/bahkan bisa bermilyar-milyar? Bagaimana BPK bisa mengambil kesimpulan bisa menerima pertanggungjawab pengeluaran-pengeluaran yang diluar APBN/APBD tersebut bebas dari fraud ? Bagaimana bisa BPK menyakini bukti-bukti pertanggungjawaban yang disampaikan adalah bukti yang lengkap, sah dan benar tanpa melakukan langkah-langkah pemeriksaan substantif ?
Resiko-resiko diatas yang mungkin akan dihadapi BPK dengan bahasa rekomendasi yang demikian. Lain halnya jika BPK dapat merekontruksi kembali bahasa rekomendasi, yaitu menyesuaikan bahasa rekomendasi dengan peraturan perundangan yang mengaturnya. Langkah ini disamping akan menghindarkan BPK dari resiko-resiko tersebut diatas, juga BPK dapat meletakan kembali permasalahan penyimpangan APBN/APBD ke ranah peraturan perundangan yang mengaturnya, yaitu bahwa penyimpangan tersebut bukan hanya sekedar pelanggaran yang bersifat administratif, tetapi juga merupakan penyimpangan yang digolongkan kedalam tindak pidana, bahkan tidak menutup kemungkinan merupakan tindak pidana korupsi. Bukankah unsur-unsur tindak pidana korupsi yaitu adanya perbuatan melawan hukum, yang dilakukan oleh pejabat publik yang dapat mengakibatkan terjadinya kerugian negara/daerah, sehingga menguntungkan pihak lain telah terpenuhi..? Tinggalkan komentar anda tentang PENGELUARAN TANPA ANGGARAN, BPK MENGAMBIL ALIH KEWENANGAN LEMBAGA LAIN jika anda suka dengan artikel yang kami suguhkan.

The federal grant is not a free lunch

The federal government does not include grants to individuals to ease their debts. And the people who receive federal grants to standards of accountability daunting. The federal grant is by no means "free money" or a "free lunch". But a federal subsidy may make good on an organization or community.

Meanwhile, the federal government sponsor a series of benefit programs for low-income families.

If you need a free lunch, the federal government can not help but give you give. The federal government will provide their children with free or reduced price lunch at school, but you will not get a grant for it. The federal government will provide food stamps, you what you need for your free lunch, but the feds did not give a grant for it. Despite much publicity and strong striking, President Obama, really want to pay your Diners Club or follow their dreams funding for cold fusion. It is, however, want to raise families in poverty and foster the development of new business. Advertisers do not have blatantly lied, but they avoid the details.

Federal grants to people

If you want to start a business in government spending, the Small Business Information Administration extends a grant for planning and "capacity building", but the money from SBA loans to businesses themselves. If you want to go to school, and government costs, receive help for 30% of their costs, and if you have qualifications and experience amazing out of work, you may be eligible for one of government public services or special research grants. If not, the federal government will pay for your schools with Stafford Loans. If you are a teacher and an innovative idea for the system, or reducing the dropout rate, the federal government is happy to send a donation ... provided that their school district and community partners will match the contributions from the Government.

The government awards thousands of scholarships every year, but none of them with "free money", and trained grantsmen federal witness, "often works more difficult to manage the grant which is working to manage their projects. "

Some research for you. The experts give the government can help you get the award you deserve to help you get out of debt quickly. You can find out if you qualify for a government subsidy for free!

Para Anggota Dewan Berbondong-bondong Konsultasi ke Depdagri (Surat Terbuka ke Mendagri/Depdagri)


Informasi terbaru Para Anggota Dewan Berbondong-bondong Konsultasi ke Depdagri (Surat Terbuka ke Mendagri/Depdagri) kami sediakan khusus untuk pembaca setia punyanbiu.blogspot.com, semoga informasi Para Anggota Dewan Berbondong-bondong Konsultasi ke Depdagri (Surat Terbuka ke Mendagri/Depdagri) memberikan pengetahuan lebih untuk kita semua. Sudah menjadi fenomena di daerah bahwa para anggota dewan melakukan perjalanan dinas ke jakarta secara bersama-sama atau rombongan hanya untuk konsultasi ke Depdagri. Hal yang dikonsultasikan kadang merupakan hal-hal yang sepele dan remeh temeh, yang sebenarnya kalau mau membaca peraturan yang ada sih sudah jelas. Akan tetapi dengan alasan yang tidak begitu jelas benar, para anggota dewan yang terhormat ini secara bersama-sama datang ke depdagri untuk sekedar konsultasi atau tepatnya cuma sekedar bertanya suatu hal boleh atau tidak. Dan perjalanan dinas atas nama konsultasi ini bisa lebih dari hitungan jari tangan dalam setahun. Bisa dibayangkan berapa uang APBD yang mereka habiskan untuk membiayai perjalanan dinas mereka.
Saya sarankan Mendagri membuat aturan tentang perjalanan dinas DPRD baik terkait larangan perjalanan konsultasi ke depdagri atau paling tidak dibatasi jumlahnya baik jumlah orangnya maupun jumlah perjalanan konsultasi ke Depdagrinya. Karena diindikasikan bahwa alasan konsultasi tersebut hanya sebagai dalih mereka untuk bisa mencairkan biaya perjalanan dinasnya, karena ingat bahwa masih ada anggapan bahwa biaya perjalanan dinas itu sebagai tambahan penghasilan mereka.
Saya yakin dengan aturan Mendagri/Depdagri tersebut akan bisa mencegah pemborosan keuangan daerah, dan biaya perjalanan dinas tersebut bisa dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan yang langsung menyentuh dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan, kemiskinan/kesehatan/pendidikan, yang terjadi di daerah-daerah. Tinggalkan komentar anda tentang Para Anggota Dewan Berbondong-bondong Konsultasi ke Depdagri (Surat Terbuka ke Mendagri/Depdagri) jika anda suka dengan artikel yang kami suguhkan.

Banyak Makan Duren, Panas Dalam Menyerang

Kemarin benar-benar hari yang sangat menyenangkan, saya makan duren 2 buah bersama pacar. Enaknya memang tiada tara kalo kita lagi menikmati buah yang berwarna kuning dan dengan kulit berduri ini. Tidak terasa saya sudah menghabiskan dua durian bersama pacar. Kami menikmati durian itu tanpa berpikir masalah apa yang akan ditimbulkan oleh si buang kuning berduri itu.

Dan sekarang, hal yang saya takutkan terjadi juga. Bibir menjadi pecah-pecah, dan makan juga susah karena sariawan menyerang tepat di bibir kanan bawah. Untuk saja Cuma saya saja yang terkena, dan pacar saya dia masih aman sampai sekarang. Beruntung saya punya tanaman belimbing asam yang bisa digunakan OBAT HERBAL untuk mengobati panas dalam yang menyiksa ini. Bagaimanakah stepnya agar belimbing asam bisa berubah menjadi OBAT TRADISIONAL yang manjur dan paten? Berikut adalah rinciannya:
Sariawan
Bahan: 11 kuntum bunga belimbing asam, asam jawa dan gula merah
Cara membuat: direbus bersama-sama dengan 2 gelas air sampai
mendidih hingga tinggal 1 gelas
Cara menggunakan: diminum pagi dan sore

Logo CB 175 Twin GW...JAP (back from the death)


Informasi terbaru Logo CB 175 Twin GW...JAP (back from the death) kami sediakan khusus untuk pembaca setia punyanbiu.blogspot.com, semoga informasi Logo CB 175 Twin GW...JAP (back from the death) memberikan pengetahuan lebih untuk kita semua. Tinggalkan komentar anda tentang Logo CB 175 Twin GW...JAP (back from the death) jika anda suka dengan artikel yang kami suguhkan.

Get Free eXcellent BACKLINK

eXcellent BACKLINK
Everybody knows how important backlink, and we offer for backlink exchange to increase your site traffic and pagerank. Submit your site here, for free and permanent. Hurry, before it become pay submission.

Link farm? No, we combine your backlink with related topic article, so google will recognize your link as deeplink, which that is a good backlink.

My Story - Yang Ku Tunggu


Free Download Mp3 Lagu My Story - Yang Ku Tunggu Album Terbaru Musik Indonesia 2009 Gratis Lirik Chord Video Clip My Story - Yang Ku Tunggu Index.Of Mp3
Artist : My Story
Judul lagu : Yang Ku Tunggu

Photobucket

4SHARED | MEDIAFIRE | MISSUPLOAD

Download Mp3 My Story - Yang Ku Tunggu.Mp3,lagu dari artis,band,musisi My Story - Yang Ku Tunggu gratis hanya untuk review lagu. Belilah CD original dan gunakan Nada sambung pribadi NSP, RBT I-RINGnya agar mereka tetap bisa berkarya dengan lagu terbaru lainnya.

Excel Auto Filter

Excel Auto Filter

Dalam software Microsoft Excel, terdapat satu fitur yang sangat berguna buat saya dalam mengolah database, namanya adalah Auto Filter. Dari namanya tentunya sudah kebayang bahwa fitur ini berguna untuk menjadi filter dalam menampilkan database. Dengan fitur Auto Filter ini, kita bisa memilih untuk menampilkan data sesuai filter yang kita tentukan sendiri, sehingga tidak perlu mencari masing-masing record. Auto Filter tidak mengubah isi database hanya membantu membuat filter dalam menampilkan database, ketika fitur ini sudah dinon-aktifkan, maka database akan kembali seperti semula.

Informasi lebih lengkap tentang Tutorial Software Excel diatas, silahkan lihat di situs ini:
Alamat Blog: http://jumabatu.blogspot.com

Busana Muslim Full Tertutup

Apakah anda pernah melihat desain BUSANA MUSLIM full tertutup seperti yang sering kita lihat di negara-negara arab? Kalau saya sendiri jarang melihatnya, di butik juga jarang saya lihat yang menyediakan model seperti itu. Kebanyak yang saya lihat adalah BAJU MUSLIM yang minimalis.

Hal ini dapat dimengerti karena budaya kita sedikit berbeda dengan budaya arab, jadi tidak semua kebudayaan arab bisa di terapkan di Indonesia. Namun pernah juga saya melihat muslimah yang mengenakan jilbab dan busana yang full menutupi tubuhnya.

Apakah muslimah itu merasa nyaman dengan pakaiannya? Itulah yang ada di pikiran saya. Biasanya saya mengenakan busana yang bisa membuat saya bebas bergerak, jadi tidak begitu mengganggu aktivitas yang saya lakukan. Busana untuk diri saya gampang saya temukan, tentu busana yang sesuai dengan selera saya. Banyak toko muslimah di indonesia yang menyediakan busana yang sudah di modif sedemikian rupa sehingga berkesan modern. Nah busana seperti inilah yang sangat saya sukai untuk di pakai.